Menkeu Purbaya.

kabarmuarateweh.id – Industri tembakau nasional makin tertekan. Usai produksi menurun di sejumlah pabrikan besar, ribuan pekerja kini terancam PHK akibat rencana kenaikan cukai rokok.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menilai kenaikan cukai yang berulang kali membuat industri rokok kian terjepit

“Memang persoalan cukai (rokok) yang makin naik terus-menerus dan tinggi sekali itu yang memukul industri tembakau,” ujarnya di Jakarta, Selasa, 16 September, 2025. di kutip kabarmuarateweh.id melalui suara.com

Menurut Said, kenaikan tarif yang tidak seimbang menekan perusahaan, apalagi di tengah lemahnya daya beli masyarakat. “Perusahaan tidak kuat lagi bersaing di tengah daya beli masyarakat yang turun. Kecuali daya beli masyarakat juga stabil,” lanjutnya.

Sebagai langkah penyelamatan, KSPI mendorong pemerintah memberlakukan moratorium atau penundaan kenaikan tarif CHT selama tiga tahun.

“Kalau moratorium selama tiga tahun benar-benar diterapkan tanpa ada kenaikan cukai rokok, setidaknya itu bisa memberi ruang bagi industri rokok untuk bertahan,” kata Said.

Selain faktor cukai, industri tembakau legal juga dirugikan oleh maraknya rokok ilegal. Said menilai praktik ini tidak hanya mengurangi penerimaan negara, tetapi juga mengancam nasib pekerja.

Rekomendasi Berita  Banyak Aset Bermasalah, DPRD Barut Segera Bentuk Pansus

“Kelompok industri tembakau yang tidak membayar cukai atau ilegal itu, mereka hanya mencari keuntungan buat pemilik saja kok. Itu kan unfair,” tegasnya.

Ia menambahkan, pabrik rokok ilegal lebih rentan melakukan PHK tanpa memberikan jaminan sosial kepada pekerja.
“Semua industri yang tidak membayar pajak harus dikenakan sanksi tegas bahkan kalau perlu ditutup perusahaan itu. Karena tidak membayarkan kewajibannya kepada negara,” sambung Said.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan menambah jenis pajak baru pada 2026. Fokus kebijakan fiskal akan diarahkan pada optimalisasi sistem administrasi dan kepatuhan.

“Menurut saya pribadi selama ini enggak usah (ada pungutan pajak baru). Dengan sistem yang ada pun, kalau pertumbuhannya bagus, anggap tax to GDP ratio-nya konstan, maka pendapatan negara juga meningkat,” jelasnya.

Dalam RAPBN 2026, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp2.357,71 triliun, tumbuh 13,51 persen dibandingkan tahun ini. Artinya, strategi fiskal lebih menekankan efisiensi dan penegakan hukum dibanding pungutan baru.(*)

Penulis : Yehezkiel

Rekomendasi Berita  etum APJII Muhammad Arif: Harga internet kini terjangkau untuk semua kalangan

Editor : Apri