
kabarmuarateweh.id – Pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kini mencuri perhatian publik. Regulasi tersebut digadang-gadang menjadi instrumen penting untuk memperkuat pemberantasan tindak pidana, khususnya kasus korupsi dan pencucian uang.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tidak cukup hanya menitikberatkan pada mekanisme penyitaan harta hasil tindak pidana. Lembaga tersebut menekankan pentingnya memasukkan ketentuan yang secara tegas menguraikan kerugian yang ditanggung masyarakat akibat praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara.
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, dengan tegas menyatakan bahwa korupsi adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Dampaknya begitu luas, menyentuh hak individu, hak kolektif, bahkan hak masyarakat rentan.
“Sering disebutkan bahwa korupsi adalah kejahatan tanpa korban, padahal korbannya nyata, yaitu tidak terselenggaranya negara atau pemerintahan yang baik,” ungkap Najih saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2025. di kutip kabarmuarateweh.id melalui suara.com.
Menurut Najih, pelayanan publik yang berkualitas adalah hak konstitusional yang melekat pada HAM, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 secara gamblang menyebutkan tujuan negara Indonesia untuk melindungi, mewujudkan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Pekerjaan melindungi, mewujudkan kesejahteraan, dan mencerdaskan bentuk konkretnya adalah pelayanan publik,” ucapnya.
Ombudsman melihat bahwa korupsi seringkali berakar dari malaadministrasi. Setiap keluhan masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan publik atau pelayanan yang buruk, menunjukkan adanya pelanggaran hak-hak konstitusional warga negara untuk dilayani. Ini adalah pintu masuk bagi korupsi.
“Pelayanan publik yang tidak baik menyebabkan malaadministrasi yang membuka jalan terjadinya praktik KKN sehingga berujung pada pelanggaran hak-hak konstitusional warga negara dan melanggar HAM, seperti diskriminasi serta kerugian materiel (materiil) dan imateriel (imateriil),” kata Najih menegaskan.
Senada dengan Ombudsman, Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, juga menyuarakan keprihatinannya. Korupsi, kata Uli, telah mengganggu, bahkan merampas terwujudnya kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM, serta telah merampas hak atas pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
“Komnas HAM menaruh atensi atas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana untuk memastikan proses pembahasan dan substansinya harus sesuai prinsip-prinsip HAM,” tutur Uli.
Dengan adanya dorongan ini, diharapkan RUU Perampasan Aset tidak hanya menjadi alat untuk mengambil kembali harta negara, tetapi juga menjadi payung hukum yang mengakui dan mengatasi kerugian HAM yang tak terhingga akibat korupsi. (Antara)(*)
Penulis : Yehezkiel
Editor : Apri